logo gundar

logo gundar

Senin, 22 April 2013

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH -2


1.KEBIJAKSANAAN SELAMA

1. Periode 1966-1969 Kebijaksanaan pemerintah ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan di semua sector dari unsure-unsur peninggalan pemerintah orde lama, terutama dari Paham Komunis. Pada masa ini juga diisi kebijakan pemerintah dalam mengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih sangat tinggi, dan berhasil menekan inflasi dari +/- 650% menjadi +/- 10%.


2. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : 
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

Sasaran Pelita I : 
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

Titik Berat Pelita I : 
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.


3. Pelita II

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.


4. Pelita III

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
  • Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
  • Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
  • Pemerataan pembagian pendapatan
  • Pemerataan kesempatan kerja
  • Pemerataan kesempatan berusaha
  • Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
  • Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
  • Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

5. Pelita IV

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.


6. Pelita V

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.


7. Pelita VI

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.



2. KEBIJAKAN MONETER


Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. [1]

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : [2]
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
    Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
    Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar.   Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : [3]
  • Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

  • Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

  • Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

  • Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.



3. KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.



4. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER SEKTOR LUAR NEGERI

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).

Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.

Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.

Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).

Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs


KESIMPULAN :
Beberapa kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah:
  • Kebijakan moneter, proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
  • Kebijakan Fiskal, adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
  • Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga.

sumber :

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH -1


KEBIJAKAN-KEBIJAKAN



1. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN



Kebijakan Pembangunan (Periode tiap Pelita)

Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.

  1.  Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.

1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
• rendahnya penerimaan Negara
• tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
• terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
• terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
• penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

2) Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.

3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:

  1.  Mengadakan operasi pajak
  2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
  3. Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
  4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.

2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.

3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
  1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
  3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
• Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
• Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.


Kesimpulan:
kebijakan pemerintah ditetapkan guna mengatasi permasalahan ekonomi. Dari waktu ke waktu permasalahan ekonomi di Indonesia selalu berubah sehingga kebijakan pemerintah pun disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi.


sumber:

Senin, 15 April 2013

PERAN SEKTOR LUAR NEGERI PADA PEREKONOMIAN - Part 2


PERAN SEKTOR LUAR NEGERI PADA PEREKONOMIAN - Part 2




3. Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia 



Neraca Pembayaran Internasional adalah ikhtisar yang tersusun secara sistematis,yang mencatat semua transaksi ekonomi penduduk satu negara dengan penduduk negara lain pada periode waktu tertentu,biasanya satu tahun. Transaksi ekonomi yang dicatat dalam neraca pembayaran internasional,antara lain ekspor dan impor barang/jasa,lalu lintas modal,dan juga utang piutang. Neraca pembayaran internasional sangat berguna karena menunjukan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuanganinternasional suatu negara. Untuk lebih rinci, manfaat pencatatan pembayaran internasional adalah sebagai berikut : 

  • Untuk mengetahui keadaan keuangan negara yang terkait dengan pembayaran luar negeri 
  • Untuk mengetahui berapa besar sumbangan transaksi ekonomi internasional terhadap penerimaan negara yang bersangkutan 
  • Untuk mengetahui dinamika perdagangan luar negeri 
  • Sebagai sumber data dan informasi untuk melakukan evaluasi dan analisis kebijakan ekonomi. 



Neraca pembayaran internasional terbentuk dari beberapa komponen. Komponen yang utama adalah sebagai berikut : 

1. Neraca Transaksi Sedang Berjalan (current Account) 

Neraca berjalan merupakan jumlah ssaldo dari neraca perdagangan yang terdiri dari : 

  • Neraca perdagangan barang yang mencatat nilai ekspor dan impor barang yang dilakukan negara yang bersangkutan 
  • Neraca perdagangan jasa yang mencatat nilai ekspor dan impor jasa yang dilakukan negara yang bersangkutan 
  • Transaksi unnilateral yang mencatat transaksi sepihak, yaitu transakasi yang tidak menimbulkan hak atau kewajiban secara yuridis bagi negara yang menerimanya 


2. Neraca Lalu-Lintas Modal (Capital Account) 

Neraca lalu lintas modal mencatat arus modal pemerintah dan swasta yang keluar dan masuk dari dan kedalam negeri. 

Transaksi ekonomi internasional yang dilakukan suatu negara yang dicatat dalam neraca pembayaran internasional dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu transaksi debit dan transaksi kredit. Transaksi debit adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban bagi penduduk suatu negara untuk melakukan pembayaran kepada penduduk negara lain,sedangkan transaksi kredit adalah transaksi yang menimbulkan hak wajib penduduk suatu negara untuk menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Kegiatan impor merupakan transaksi debit karena menimbulkan kewajiban bagi negara tersebut untuk melakukan pembayaran devisa (Valuta Asing) keluar negeri, sedangkan ekspor termasuk transaksi kredit karena menimbulkan hak bagi negara tersebut untuk menerima pembayaran devisa (Valuta asing) dari luar negeri. 

Dalam hal neraca perdagangan, ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi pada neraca perdagangan suatu negara, yaitu surplus,devisit,atau seimbang. Surplus terjadi bila ekspor lebih besar dari impor,devisit bila ekspor lebih kecil dari impor,dan seimbang apabila ekspor sama dengan impor. Demikian juga neraca lalu lintas modal. Neraca lalu lintas modal dikatakan surplus apabila arus modal termasuk lebih besar dibanding arus modal keluar,devisit apabila arus modal masuk dibanding arus modal keluar, dan seimbang bila arus modal masuk sama dengan arus modal keluar. 





4. Peran Kurs Valuta Asing 



Dalam pembayaran antar negara ada suatu kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Sebab semua negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu sendiri, tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar negara harus menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus dipertukarkan satu sama lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang membuat perdagangan dan pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit, maka dari itu dibuatlah alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing. 

Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,- 

Penentuan Kurs Valuta Asing 

Pada dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar valuta asing: 

  1. Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau patokannya.
  2. Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates) 

Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau emas sebagai patokan. 

Akibat kurs yang tidak sesuai 

Apabila mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang sesungguhnya atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet dan impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran terancam. 

Hal yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet. 




KESIMPULAN: 

peran valuta asing terhadap perekonomian di indonesia adalah sangat penting. Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar negeri (devisa kredit). 



Sumber: 


PERAN SEKTOR LUAR NEGERI PADA PEREKONOMIAN INDONESIA - Part1



Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian Indonesia 





1. Perdagangan Antar Negara 


Beberapa alasan mengapa suatu Negara memerlukan Negara lain dalam kehidupan ekonominya adalah : 

  1. Pertama, tidak semua kebuthan masyarakatnya dapat dipenuhi oleh komoditi yang dihasilkan di dalam negeri, sehingga untuk memnuhi kebuthan tersebut, harus dilakukan impor dari Negara yang memproduksinya. 
  2. Karena terbatasnya konsumen, tidak semua hasil produksi dapat dipasarkan di dalam negeri, sehingga perlu dicari pasar luar di luar negeri 
  3. Sebagai sarana untuk melakukan proses alih teknologi. Dengan membeli produk asing suatu Negara dapat mempelajari bagaimana produk tersebut dibuat dan dipasarkan, sehingga dalam jangka panjang dapat melakyukan produksi untuk barang yang sama. 
  4. Secara ekonomis dan matematis perdagangan antar Negara dapat mendatangkan tambahan keuntungan dan efisiensi dari dilakukannya tindakan spesialisi produksi dari Negara-negara yang memilki keuntungan mutlak dan/ atau keuntungan berbanding. 



2. HAMBATAN – HAMBATAN PERDAGANGAN ANTAR NEGARA 



Meskipun setiap negara menyadari bahwa perdagangan negaranya dengan negara lain harus terlaksana dengan baik, lancar, dan saling menguntungkan, namun sering kali negara – negara tersebut membuat suatu kebijaksanaan dalam sektor perdagangan luar negeri yang justru menimbulkan hambatan dalam proses transaksi perdagangan luar negeri. 

Namun demikian, dengan mulai dicetusnya era perdagangan bebas maka hambatan-hambantan yang selama ini cukup menggelisahkan akan dicoba untuk dikurangi dan jika mungkin dihapuskan. Adapun bentuk-bentuk hambatan yang selama ini terjadi di antaranya adalah: 


1) Hambatan tariff 

Tariff adalah suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu komoditi luar negeri tertentu yang akan memasuki suatu negara (komoditi impor ). Tarif sendiri ditentukan dengan jumlah yang berbeda untuk masing- masing komoditi impor. 


2) Hambatan Quota 

Quota termasuk jenis hambatan perdagangan luar negeri yang lazim dan sering diterapkan oleh suatu negara untuk membatasi masukkan komoditi impor ke negaranya. Quota sendiri dapat diartikan sebagai tindakan pemerintahan suatu negara dengan menentukan batas maksimal suatu komoditi impor yang boleh masuk ke negara tersebut. Seperti halnya tariff, tindakan quota ini tertentu tidak akan menyenangkan bgi negara pengekspornya. Andonesia sendiri pernah menghadapi quota impor yang diterapkan oleh system perekonomian amerika. 


3) Hambatan dumping 

Meskipun karakteristiknya tidak seperti tariff dan quota, namun dumping sering menjadi suatu masalah bagi suatu negara dalam proses perdagangan luar negerinya, seperti yang dialami baru-baru ini dimana industry sepeda Indonesia di tuduh melakukan politik dumping. Dumping sendiri diartikan sebagai suatu tindakan dalam menetapkan harga yang lebih murah diluar negeri dibanding harga didalam negeri untuk produk yang sama. 


4) Hambatan embargo / sangsi ekonomi 

Sejarah membuktikan bahwa suatu negara yang karena tindakannya dianggap melanggar hak asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu negara, akan menerima atau dikenakan sanksi ekonomi oleh negara yang lain (PBB). Akibat dari hambatan yang terakhir ini biasanya lebih buruk dan meluas bagi masyarakat yang terkene sanksi ekonomi dari pada akibat yang ditimbulkan oleh hambatan-hambatan perdagangan lainnya. 

Dengan demikian pemerintah menerapkan kebijaksanaan hambatan perdagangan diantaranya adalah 

  • Tarif dan quota disamping untuk meningkatkan pendapatan negara dari sector luar negeri, dipergunakan untuk lebih menyeimbangkan keadan neraca pembayaran yang masih deficit. Tariff dan quota juga diterapkan untuk melindungi industry dalam negeri yang masih dalam taraf berkembang, dari serangan komoditi-komoditi asing yang telah lebih dahulu. Selain itu tariff dan quota juga diterapkan untuk mempertahankan tingkat kemakmuran yang telah dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat suatu negara. 
  • Dumping dipergunakan untuk memacu 0perkembangan ekspor lewat kena8ikan permintaan dikarenakan harga yang murah tersebut. 
  • Sanksi ekonomi diterapkan lebih dikarenakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan ham,politik,terorisme dan keamanan internasional



KESIMPULAN: 

peran valuta asing terhadap perekonomian di indonesia adalah sangat penting. Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar negeri (devisa kredit). 





Sumber: 





Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) - Part 2



Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 
( APBN )



D. PERKIRAAN PENGELUARAN NEGARA 


Secara garis besar, ppengeluaran negara dikelompokan menjadi 2 yakni : 

  •  Pengeluaran Rutin 

Pengeluaran rutin negara, adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu adalah dan telah terencana sebelumnya secara rutin, diantaranya : 

  1. Pengeluaran untuk belanja pegawai 
  2. Pengeluaran untuk belanja barang 
  3. Pengeluaran subsidi daerah otonom 
  4. Pengeluaran untuk membayar bunga dan cicilan hutang 
  5. Pengeluaran lainnya 

  • Pengeluaran pembangunan 

Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah : 

  1. Pengeluaran pembangunan untuk berbagai departemen / lembaga negara, diantaranya untuk membiayai proyek – proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing – masing departemen / negara bersangkutan. 
  2. Pengeluaran pembangunan untuk anggaran pembangunan daerah (Dati I dan II) 
  3. Pengeluaran pembangunan lainnya. 



E. DASAR PERHITUNGAN PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA 


Untuk memperoleh hasil perkiraan penerimaan negara, ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan. Hal – hal tersebut adalah : 

1. Penerimaan Dalam Negeri Dari Migas 

Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah : 

• Produksi minyak rata-rata perhari 

• Harga rata-rata ekspor minyak mentah 



2. Penerimaan Dalam Negeri Diluar Migas 

Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah : 

• Pajak penghasilan 

• Pajak pertambahan nilai 

• Bea masuk 

• Cukai 

• Pajak ekspor 

• Pajak bumi dan banguan 

• Bea materai 

• Pajak lainnya 

• Penerimaan bukan pajak 

• Penerimaan dari hasil penjualan BBM 



3. Penerimaan Pembangunan 

Terdiri dari penerimaan bantuan program dan bantuan proyek 



KESIMPULAN: 

Dengan adanya APBN maka negara bisa lebih memperoleh kemudahan dalam mengatur sistem pemerintahan guna memeratakan kesejahteraan yang menjadi salah satu tujuan dari APBN itu sendiri. 

APBN mempunyai fungsi utama yang dijalankan antara lain: 

a. Fungsi alokasi 

Melalui APBN, kegiatan ekonomi pemerintah diarahkan untuk menambah atau mengurangi alokasi sumber-sumber ekonomi. Dengan demikian, berbagai macam barang kebutuhan umum (public goods) dan jasa pelayanan umum (public service) dapat terpenuhi. 

b. Fungsi distribusi 

Penduduk indonesia tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bahkan, sebagian besar penduduk indonesia tinggal di daerah dan pulau-pulau terpencil. Mereka semua berhak memperoleh pendapatan dan fasilitas yang sama dengan penduduk yang tinggal di kota besar. Disnilah APBN menjalankan fungsi distribusi, meliputi pemerataan pendapatan dan pembangunan diseluruh wilayah nusantara. 

c. Fungsi stabilisasi 

Fungsi stabilisasi meliputi upaya menciptakan stabilitas pertahanan dan keamanan, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan (moneter). 







Sumber: 




Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) - Part 1



Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 
( APBN ) 



PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN DI INDONESIA 

Dari segi perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN adalah konsep perencanaan pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena iyulah APBN selalu disususn setiap tahun.
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :

  • Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
  • Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan 

APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya pembangunan di Indonesia.

Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia ) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya 



B. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN 

Secara garis besar proses penyusunan anggaran pembangunan di Indonesia sebagai berikut : 

  1. Penyusunan anggaran biasanya menggunakan tahun fiskal dan bukan tahun masehi sehingga proses pembangunan oleh Departemen atau Lembaga pemerintah Non Departemen sudah dimulai pada tanggal 1 April tahun yang brsangkutan. Oleh keduanya usulan rencana anggaran diajukan dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan (DUK) bagi anggaran rutin dan dalam bentuk Daftar Usulan Proyek (DUP) untuk anggaran pembangunan. 
  2. Selanjutnya DUK dan DUP tersebut, antara bulan Agustus dan September akan diajukan dan disampaikan ke BAPPENAS dan Ditjen Anggaran – Departemen Keuangan. Selanjutnya DUK dan DUP tersebut akan di proses oleh BAPPENAS antara bulan Oktober hingga Nopember. 
  3. Pada proses tersebut BAPPENAS akan menyesuaikan isi DUK dan DUP dengan perkiraan penerimaan dalam negeri dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Selanjutnya dalam bulan Desember akan ditentukan batas atas (plafon) anggaran untuk tahun anggaran yang bersangkutan dalam bentuk RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
  4. Pada bulan Januari, setelah RAPBN tersebut dilampiri/disertai keterangan dari pemerintah dengan Nota-Keuangan, akan disampaikan oleh Presiden dihadapan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapat persetujuan seperti yang tersirat dalam pasal 23 ayat (1) UUD 1945. 
  5. Selanjutnya RAPBN tersebut akan dibahas oelh DPR bersama-sama dengan Menteri atau Kedua Lembaga yang bersangkutan melalui Rapat Kerja Komisi APBN. 
  6. Jika dalam pembahasan tersebut dicapai suatu kesepakatam (persetujuan) maka RAPBN untuk tahun anggaran yang bersangkutan tersebut, persetujuannya akan dituangkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran. 
  7. Selanjutnya Anggaran yang telah disetujui pemerintah tersebut akan dituangkan kembali dalam bentuk Daftar Isian Proyek (DIP) Departemen atau Lembaga Pemerintah yang bersangkutan. 



C. PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA 


Secara garis besar sumber penerimaan negara berasal dari : 


a. Penerimaan dalam negeri 

Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini : 

Tabel 5.2 

Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam Negeri PELITA I – III 

(dalam prosentase) 

Periode Penerimaan Dari Sektor Migas Penerimaan Dari Sektor Non Migas Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Total 

PELITA I 

1969/70 – 1973/74 35,7% 59,3% 5,0% 100 % 

PELITA II 

1974/75 – 1978/79 55,1 40,7 4,2 100 

PELITA III 

1979/80 – 1983/84 67,2 29,6 3,2 100 



Namun dengan mulai tidak menentukannya harga minyak dunia maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sekto migas perlu dikurangi. Untuk keperluan itu, maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksanaan diantaranya : 

  • Deregulasi Bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukkan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatkan tabugan masyarakat. 
  • Deregulasi Bidang Perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara. 
  • Kebijaksanaan – kebijaksanaan selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap. 



b. Penerimaan Pembangunan 

Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena laju pembangunan yang demikian cepat, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersbut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan perioritas sektor – sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya)



KESIMPULAN:
Dengan adanya APBN maka negara bisa lebih memperoleh kemudahan dalam mengatur sistem pemerintahan guna memeratakan kesejahteraan yang menjadi salah satu tujuan dari APBN itu sendiri.
APBN mempunyai fungsi utama yang dijalankan antara lain:
Dengan adanya APBN yang tersusun secara terperinci, seharusnya negara indonesia bisa mengatasi berbagai persoalan yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meminimalisasi berbagai dampak buruk dari semua masalah yang timbul di masyarakat.





Sumber: 



KEMISKINAN



Kemiskinan 


Kemiskinan adalah Keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan Kemiskinan merupakan akibat dari terjadinya ketimpangan atau ketidak sama rataan dalam pendistribusian pendapatan masyarakat sehingga ada yang berpenghasilan Tinggi dan kebutuhannya tercukupi dan yang berpenghasilan rendah yang kebutuhannya tidak tercukupi ataupun pas-pasan. 


Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantaranya adalah 
  • BAPPENAS (1993) mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. 
  • Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. 
  • Faturchman dan Marcelinus Molo (1994) mendefenisikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. 
  • Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik. 
  • Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 
  • Reitsma dan Kleinpenning (1994) mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material. 
  • Friedman (1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna. 
  • Dengan beberapa pengertian tersebut dapat diambil satu poengertian bahwa kemiskinan adalah suatu situasi baik yang merupakan proses maupun akibat dari adanya ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya untuk kebutuhan hidupnya. 

Di Indonesia Kemiskinan merupakan salah satu masalah pokok yang harus diatasi. Di Indonesia jumlah masyarakat yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan lebih banyak dari pada masyarakat berpendapatan tinggi. Hal inilah yang harus diperbaiki agar perekonomian dapat berkembang dan maju. 



  •  Penyebab Kemiskinan 

Kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 

  1. Kemajuan ekonomi dan Pertumbuhan ekonomi yang masih rendah. 
  2. Kebijakan dalam negeri yang dipengaruhi kebijakan Internasional. 
  3. Penyebab Individual, Orang tersebut miskin karena tidak punya keahlian atau malas, Faktor penyebabnya intern masing-masing individu. 
  4. Penyebab Keluarga, Keluarga yang miskin sehingga tidak mampu memberikan pendidikan. 
  5. Penyebab Sub-Budaya (Subcultural) yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari. 
  6. Penyebab Agensi, Miskin disebabkan faktor lain atau akibat perbuatan orang lain, Contohnya Pemerintah, Perang. 
  7. Penyebab Struktural, Kemiskinan merupakan hasil dari Struktur sosial misalnya kasta di Bali. 



  • · Kategori kemiskinan 

1. Kemiskinan Absolut: 

Konsep kemiskinan absolut berkaitan dengan pendapatan dan kebutuhan pokok/dasar (basic need) tidak terpengaruh pada waktu dan tempat / negara. Kemiskinan digolongkan kedalam dua bagian yaitu: 

  •  Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan dasar. 
  •  Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 

2. Kemiskinan Relatif: 

Konsep kemiskinan relatif adalah semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin (Kincaid, 1975). 
  •  Konsep dalam mengurangi kemiskinan 

1. Pembangunan sektor pertanian 

Pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi besar atas pendapatan masyarakat pedesaan. Dengan meningkatkan sektor pertanian maka pendapatan akan meningkat dan mengurangi kemiskinan. Cara peningkatan Sektor pertanian adalah meningkatkan Infrastruktur dan Teknologi pertanian. 

2. Pembangunan sumber daya manusia 

Dengan peningkatan Kinerja SDM maka hasil yang diperoleh akan lebih besar dan akan berefek terhapap pengurangan kemiskinan. Sumber daya manusia merupakan salah satu bahan dalam menghasilakn pendapatan, yaitu orang yang memproduksi atau mengahsilakan sesuatu. Sumber Daya Manusia harus diberikan Subsisdi pendidikan, Asupan Gizi dan kesehatan oleh pemerintan untuk meningkatkan kinerja mereka. 

3. Peran LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) 

LSM dapat membuat rancangan dan program pemberantas kemiskinan karena LSM merupakan lembaga yang dekat dengan masyarakat. 



  • · Upaya dalam menghilangkan kemiskinan 

  1. Memberikan bantuan kemiskinan secara langsung kepada oarang miskin. 
  2. Bantuan terhadap keadaan Individu. Kebijakan Untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, Misalnya bantuan Pendidikan, Pembekalan keterampilan, kerja sosial, Dll. 
  3. Persiapan bagi yang lemah. Memeberikan bantuan secara langsung kepada orang yang miskin secara alami, misalnya orang cacat fisik atau mental diberikan bantuan obat atau perawatan kesehatan. 


  •  Garis Kemiskinan 

Garis kemiskinan merupakan patokan terpenting untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu negara. Dengan garis kemiskinan dapat dibuat kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perkiraan tentang kemiskinana terkait dengan tolok ukur garis kemiskinan tsb. Perkiraan tentang garis kemiskinan dengan beberapa pendekatan, misalnya kebutuhan minimum, atau kebutuhan dasar. Perkiraan , garis kemiskinan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para ahli seperti Esmara, Sayogya, Booth dsb. Dalam konsep kemiskinan mutlak. 

Garis kemiskinan merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Sedangkan dalam konsep kemiskinan relatif, pendapatan yang sudah di atas garis kemiskinan ,namun masih jauh lebih rendah kondisinya dibandingkan keadaan masyarakat sekitar, maka orang atau keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. 



  • Tingkat Kemiskinan 

Pada dasarnya terdapat dua pendekatan di dalam mengukur tingkat kemiskinan yaitu: 

1. Head-count measure (Ukuran Jumlah Orang), yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan. 

K = q/n . 100 



Ket: 

K = tingkat kemiskinan 

q = jumlah penduduk miskin atau berada dibawah garis kemiskinan 

n = jumlah penduduk 



2. Poverty gap, yaitu memperhitungkan jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan. 



PG = GK – Yp 



Ket : 

PG = kesenjangan kemiskinan 

GK = garis kemiskinan 

Yp = pendapatan penduduk miskin 



3. Bila kesenjangan kemiskinan diukur secara relatif , dapat diperoleh dengan cara : 



%PG = PG/ Vt . 100% 



Ket: 

%PG = kesenjangn kemiskinan relatif 

Vt = variabel tertentu secara per kapita, seperti PDB, bantuan luar negeri, pendapatan penduduk miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, dsb. 





KESIMPULAN: 

Pertambahan jumlah penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan. 

Penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. 

Sumber: