logo gundar

logo gundar

Senin, 30 Desember 2013

Review Jurnal 1: MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL (Bag.1)

REVIEW

Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies. Mei 1998
MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL (Bag.1)
Oleh:
Sukidjo
(FPIPS IKIP YOGYAKARTA)
Berisi:



Pendahaluan

Dalam pembangunan lima tahun keenam, perhatian dan kepedulian pemerintah Indonesia untuk menumbuhkembangkan koperasi dan usaha kecil semakin nyata. Hal tersebut nampak dengan adanya berbagai kebijaksanaan khusus yang ditujukan untuk membantu pengembangan koperasi dan usaha kecil, antara lain kebijaksanaan dalam penkreditan,kemitraan , pendidikan dan pelatihan, pengembangan kewirausahaan serta diberlakukannya Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian maupun Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil.

Pengembangan koperasi merupakan kewajiban konstitusional, yakni merealisasikan pasal 33 UUD 1945 , dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perusahaan yang paling sesuai adalah koperasi. Selain itu, pengembangan koperasi juga dimaksudkan sebagai salah satu sarana untuk mempercepat perwujudan demokrasi ekonomi dalam mencapai pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu, maka seharusnya semua kegiatan perekonomian dilaksanakan dengan menggunakan prinsip usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Telah diketahui bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional , pemerintah memeberikan peran yang besar terhadap swasta termasuk swasta asing untuk mendorog mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mendongkrak koperasi dan usaha kecil. Kebijakan tersebut berupa penetapan pola pembinaan koperasi, yakni pola umum untuk membina koperasi non KUD, yang dimulai dengan tahap meningkatkan kesadaran, tahap menurun dari atas secara penuh (offisialisai), tahap, de_offisialisasi dan tahap kemandirian/otonomi (Sri Edi Swasono, 1985:162). Untuk pembinaan dan pengembangan KUD dilibatkan 12departemen, Bank Sentral, Kepala Bulog dan seluruh Gubernur.

Untuk mempercepat pertumbuhan dan usaha koperasi , pemerintah telah menerbitkan SK Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No:63/KEP/M/IV/1994 tentang pedoman pembinaan dan pengembangan koperasi dan usaha kecil. Tujuannya dimaksudkan agar koperasi:
  1. Sebagai badan usaha yang mandiri dan tangguh serta modern dalam perekonomian nasional
  2. Berperan aktif dan menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang berakar dalam masyarakat
  3. Berperan dalam memperkokoh struktur perekonomian nasional (SK Men Kop dan PPK No. 63/KEP/M/IV/1994,pasal 1)

Menurut Marbun (1996:18-20), sebab-sebab kegagalan dan kurang berkembangnya perusahaan kecil adalah
  1. Asal usul pengusaha kecil dari kelas bawah
  2. Kurangnya sekolah kejuruan dan pemagangan
  3. Kebijakan pemerintah yang simpang siur dan tumpang tindih.

Menurut Asnawi Hassan (1990:315) masalah intern dibidang personal yang menyebabkan koperasi kurang berkembang:
  1. Jiwa wirakoperasi anggota pengurus dan manager belum sepenuhnya berkembang sesuai dengan tuntutan jabatannya
  2. Disiplin kerja belum memadai
  3. Kemampuan manajemen dan keterampilan teknis pengelola kurang memadai
  4. Pengalaman pengelola koperasi dalam bidang bisnis masih kurang.

Istilah wirausaha lebih dikenal dengan istilah wiraswasta , pengusaha (entrepenuer) ataupun wirakarya. Secara umum diberikan pengertian sebagai pejuang yang gagah , luhur, berani dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Wiraswasta adalah orang-orang yg memiliki sifat-sifat kewirauashaan, yakni keberanian mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada keauan dan kemampuan diri sendiri(Salim Siagian,1995:4)

Pada dasarnya setiap orang memiliki jiwa kewirausahaan, namun tinggi rendahnya kadar kewirausahaan yang dimiliki masing-masing orang dapat berbeda-beda. Menurut Mc Clelland, setiap orang memiliki tiga sifat atau kebutuhan yakni “need of affiliation, need of power dan need of achievment” (Iskandar Alisjahbana, 1975:11, Salim Siagian, 1995:91; Steers & Porter, 1975:47-49). Apabila seseorang memiliki “need of affiliation” yang lebih menonjol dari sifat-sifat lainnya, maka orang yang bersangkutan tingkahlakunya cenderung lebih mengutamakan pergaulan, ketenangan, persahabatan, kedamaian, dan berusaha tidak membuat orang lain kecewa apalagi sampai menimbulkan konflik atau permusuhan. Apalagi “need of powernya” lebih dominan, maka tingkahlakunya cenderung memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi pimpinan, berusaha untuk disegani, suka mengatur atau suka memerintah, cenderung menghalalkan cara untuk mendapatkan kedudukan tertentu. Sebaliknya apabila “need of achievment” yang lebih menonjol, maka orang yang bersangkutan akan memiliki tingkahlaku cenderung untuk mengejar prestasi yang terbaik, berusaha keras, tekun, senang dan berani bersaing, tidak mudah puas, suka mengerjakan pekerjaan yang sifatnya menantang, serta berani mengambil risiko.

Menurut Mc Clelland, seseorang yang memiliki “need of achievment” tinggi akan memiliki dorongan yang kuat untuk selalu berhasil, bahkan dikatakan bahwa “need of achievment is defined as behavior toward competition with standard excelllence. The basis or reward for such a motive is posited to be the postive affect associated with succesfull performance” (Steers & Poter, 1975: 48-49). “Need of achievment” ini merupakan salah satu sifat yang sangat penting dalam wirausaha sehingga “need of achievment” ini merupakan salah satu sifat yang sangat penting dalam wirausaha, sehingga “need of achievment” ini perlu ditumbuhkembangkan untuk dapat membentuk dan memupuk jiwa kewirausahaan. Karena itu wirausaha (entrepreneur) dapat dikembangkan melalui mengembangan “need of achievment”.

Sebagai wirausaha, seseorang harus mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan bisnis yang ada, kemudian melakukan inventarisasi dan mengatur sumber daya yang dapat diusahakan serta mengambil tindakan yang tepat untuk meraih keberhasilan dalam mengisi kesempatan bisnis tersebut. Sehubungan dengan itu, Geoffery G. Meredith (1992:5-6) menyatakan bahwa profil seorang wirausaha harus memiliki ciri-ciri dan watak (1) percaya diri, adanya keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri sehingga tidak bergantung kepada pihak lain serta bersikap optimis; (2) berorientasi pada tugas dan hasil, yakni memiliki tuntutan atau kebutuhan terhadap prestasi yang tinggi, bekerja keras, ulet, tekun, tabah, energik, dan mempunyai inisiatif yang tinggi; (3) mengambil risiko, dengan pengertian mempunyai keberanian untuk mengambil risiko atas kegagalan usaha, bertanggungjawab serta senang pada kegiatan usaha yang bersifat menantang; (4) tidak mudah puas, yakni selalu berusaha untuk meningkatkan pretasi dan mengadakan penemuan baru serta bertindak sebagai pioner.

Sementara itu, Salim Siagian berpendapat bahwa kualifikasi dasar bagi pengusaha yang baik atau wiraswasta yang handal adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki rasa percaya diri dan sikap mandiri yang tinggi;
  2. mau dan mampu mencari dan menangkap peluang usaha yang menguntungkan;
  3. mau dan mampu bekerja keras dan tekun dalam menghasilkan barang dan jasa serta mencoba cara kerja yang lebih tepat dan efisien;
  4. mau dan mampu berkomunikasi, tawar-menawar, dan musyawarah dengan berbagai pihak yang besar pengaruhnya pada kemajuan usaha;
  5. menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat dan disiplin;
  6. mencintai kegiatan usahanya secara lugas dan tangguh tetapi cukup luwes.
  7. mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain; dan
  8. berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak terhadap perusahaan (Salim, 1995;5-6)

Sedangkan Hisrich dan Peter (1992;283), menyatakan bahwa ada tujuh ciri-ciri yang harus dimiliki bagi wirausaha, yakni meliputi (1) cakap di berbagai bidang bisnis; (2) memiliki pendirian dan keyakinan yang kuat; (3) berorientasi pada hasil; (4) inovatif dan idealis; (5) tingkat kemandirian yang tinggi; (6) semangat kerja yang tinggi; dan (7) bergaya sebagai boss (pimpinan).

Dari gambaran tersebut terdapat berbagai ciri-ciri wirausaha yang disampaikan oleh para ahli, yang ternyata dari masing-masing pendapat ada perbedaan, namun demikian dari berbagai ciri tersebut pada dasarnya terdapat tiga unsur yang baku yang harus dimiliki oleh wirausaha, yakni sikap yang berkaitan dengan (1) kemandirian dalam pengambilan prakarsa atau inisiatif; (2) upaya untuk menggerakkan dan mengubah sumber daya untuk menghasilkan lebih baik; dan (3) adanya keberanian mengambil atau menanggung risiko.

Pembudayaan dan pemasyarakatan kewirausahaan sangat penting bagi koperasi dan usaha kecil, dengan harapan agar para anggota koperasi dan usaha kecil memiliki “need of achievment” yang tinggi serta selalu dapat menjiwai asas pokok kewirausahaan, yang berupa: (1) memiliki kemauan yang kuat untuk berkarya; (2) memiliki semangat mandiri yang tinggi; (3) mampu membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil risiko; (4) kreatif dan inovatif; (5) ulet, tekun, teliti dan produktif; (6) mampu berkarya dengan semangat kebersamaan dengan menjunjung tinggi etika bisnis (Dep Kop dan PPK, 1996:14)


Penutup

Kewirausahaan merupakan faktor penting untuk meningkatkan kegiatan usaha nasional, khususnya untuk pengusaha kecil menengah maupun koperasi, Kewirausahaan ini merupakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan untuk kegiatan usaha yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dalam rangka meningkatkan pelayanan maupun memperoleh hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu, kewirausahaan perlu dibudayakan khususnya untuk koperasi dan usaha kecil dengan harapan produktivitasnya akan semakin meningkat baik jumlah maupun mutunya.

Program pembudayaan kewirausahaan dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, manajemen usaha kecil, bimbingan dan konsultasi, temu usaha dan promosi, penyediaan dan pendistribusian sarana belajar mandiri, pengenalan dan pengembangan teknologi tepat guna, pemberian akses pasar dan peningkatan pangsa pasar serta pemberian bantuan permodalan secara selektif. Sasaran pembudayaan kewirausahaan ini meliputi pra-pengusaha maupun pengusaha, baik yang dilakukan secara tradisional dengan menggunakan pola magang maupun dengan cara modern dengan menggunakan bantuan iptek maupun sumber daya yang cukup besar. Pembudayaan kewirausahaan dapat juga dilakukan oleh perguruan tinggi dengan sasaran para mahasiswa dengan harapan di kampus dapat tercipta budaya kewirausahaan serta terbinanya kemandirian dan kemampuan kewirausahaan para lulusan perguruan tinggi.




Daftar Pustaka

Asnawi Hassan. (1990). Antologi Pembangunan Koperasi Indonesia, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi.

Departemen Koperasi dan PPK. (1996) Petunjuk Teknis Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan, Jakarta: Balitbang Koperasi dan PPK.

GBHN 1998 beserta Susunan Kabinet Pembangunan VII, Surakarta: Pabelan.

Hsrich, Robert D. And Peters, Miskale P. (1992). Enterpreneurship Starting Developing and Managing a New Enterprise, New Yersey; Cincinnati.

Iskandar Alisjahbana. (1974). Betulkah Jiwa Usaha Dapat dan Perlu Dibina?; Kapita Selekta Sekitar Enterpreneurship, Edisi September 1975, Yogyakarta; Kelompok Studi Angkatan uda Yogyakarta.

Jajah Koswara. (1997). Program Pengembangan Sistem Budaya Kewirausahaan Dalam Pendidikan Tinggi: Peranan Perguruan Tinggi dalam Mendorong Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa: Makalah Disampaikan dalam Penataran dan Lokakarya Pengelolaan dan Pengembangan KKN di Universitas Gadjah Mada, tanggal 11-15 Desember 1997.

Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No.: 63/KEP/M/IV/1994 tentang Pedoman Pembinaaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil.

Marbun, BN. (1996). Manajemen Perusahaan Kecil: Seri Manajemen No.176,Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.

Mederith, Geoffrey, G. (1993). Kewirausahaan Teori dan Praktik, Seri Mnajemen No. 97 Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Mongid, A. (1998). Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kuliah Kerja Usaha Dalam Memantapkan Program Menghapus Kemsikinan, Jakarta: Kntor Mengeri Negara Kependudukan/ Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Salim Siagian (1995). Kewirausahaan Indonesia Dengan Semangat 17-08-45, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.

Soesarsono Wijandi. (1988). Pengantar Kewiraswastaan, Bandung: Sinar Baru.

Sri Edi Swasono. (1985). Koperasi Di Dalam Orde Ekonomi Indonesia Membangun Koperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian Indonesia, Jakarta: UI Press. Steers, Richard, M. & Porter, Lyman W. (1975). Motivation And Work Behavior, New York: McGraw-Hill Series in Management.
Sumber: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/edkhusus9899112.pdf

Nama: Imas Mayawatti / 23212653
Kelas: 2EB09