logo gundar

logo gundar

Senin, 30 Desember 2013

Review Jurnal 1: MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL (Bag.1)

REVIEW

Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies. Mei 1998
MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL (Bag.1)
Oleh:
Sukidjo
(FPIPS IKIP YOGYAKARTA)
Berisi:



Pendahaluan

Dalam pembangunan lima tahun keenam, perhatian dan kepedulian pemerintah Indonesia untuk menumbuhkembangkan koperasi dan usaha kecil semakin nyata. Hal tersebut nampak dengan adanya berbagai kebijaksanaan khusus yang ditujukan untuk membantu pengembangan koperasi dan usaha kecil, antara lain kebijaksanaan dalam penkreditan,kemitraan , pendidikan dan pelatihan, pengembangan kewirausahaan serta diberlakukannya Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian maupun Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil.

Pengembangan koperasi merupakan kewajiban konstitusional, yakni merealisasikan pasal 33 UUD 1945 , dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perusahaan yang paling sesuai adalah koperasi. Selain itu, pengembangan koperasi juga dimaksudkan sebagai salah satu sarana untuk mempercepat perwujudan demokrasi ekonomi dalam mencapai pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu, maka seharusnya semua kegiatan perekonomian dilaksanakan dengan menggunakan prinsip usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Telah diketahui bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional , pemerintah memeberikan peran yang besar terhadap swasta termasuk swasta asing untuk mendorog mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah mengambil kebijakan untuk mendongkrak koperasi dan usaha kecil. Kebijakan tersebut berupa penetapan pola pembinaan koperasi, yakni pola umum untuk membina koperasi non KUD, yang dimulai dengan tahap meningkatkan kesadaran, tahap menurun dari atas secara penuh (offisialisai), tahap, de_offisialisasi dan tahap kemandirian/otonomi (Sri Edi Swasono, 1985:162). Untuk pembinaan dan pengembangan KUD dilibatkan 12departemen, Bank Sentral, Kepala Bulog dan seluruh Gubernur.

Untuk mempercepat pertumbuhan dan usaha koperasi , pemerintah telah menerbitkan SK Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No:63/KEP/M/IV/1994 tentang pedoman pembinaan dan pengembangan koperasi dan usaha kecil. Tujuannya dimaksudkan agar koperasi:
  1. Sebagai badan usaha yang mandiri dan tangguh serta modern dalam perekonomian nasional
  2. Berperan aktif dan menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang berakar dalam masyarakat
  3. Berperan dalam memperkokoh struktur perekonomian nasional (SK Men Kop dan PPK No. 63/KEP/M/IV/1994,pasal 1)

Menurut Marbun (1996:18-20), sebab-sebab kegagalan dan kurang berkembangnya perusahaan kecil adalah
  1. Asal usul pengusaha kecil dari kelas bawah
  2. Kurangnya sekolah kejuruan dan pemagangan
  3. Kebijakan pemerintah yang simpang siur dan tumpang tindih.

Menurut Asnawi Hassan (1990:315) masalah intern dibidang personal yang menyebabkan koperasi kurang berkembang:
  1. Jiwa wirakoperasi anggota pengurus dan manager belum sepenuhnya berkembang sesuai dengan tuntutan jabatannya
  2. Disiplin kerja belum memadai
  3. Kemampuan manajemen dan keterampilan teknis pengelola kurang memadai
  4. Pengalaman pengelola koperasi dalam bidang bisnis masih kurang.

Istilah wirausaha lebih dikenal dengan istilah wiraswasta , pengusaha (entrepenuer) ataupun wirakarya. Secara umum diberikan pengertian sebagai pejuang yang gagah , luhur, berani dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Wiraswasta adalah orang-orang yg memiliki sifat-sifat kewirauashaan, yakni keberanian mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam menangani usaha dengan berpijak pada keauan dan kemampuan diri sendiri(Salim Siagian,1995:4)

Pada dasarnya setiap orang memiliki jiwa kewirausahaan, namun tinggi rendahnya kadar kewirausahaan yang dimiliki masing-masing orang dapat berbeda-beda. Menurut Mc Clelland, setiap orang memiliki tiga sifat atau kebutuhan yakni “need of affiliation, need of power dan need of achievment” (Iskandar Alisjahbana, 1975:11, Salim Siagian, 1995:91; Steers & Porter, 1975:47-49). Apabila seseorang memiliki “need of affiliation” yang lebih menonjol dari sifat-sifat lainnya, maka orang yang bersangkutan tingkahlakunya cenderung lebih mengutamakan pergaulan, ketenangan, persahabatan, kedamaian, dan berusaha tidak membuat orang lain kecewa apalagi sampai menimbulkan konflik atau permusuhan. Apalagi “need of powernya” lebih dominan, maka tingkahlakunya cenderung memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi pimpinan, berusaha untuk disegani, suka mengatur atau suka memerintah, cenderung menghalalkan cara untuk mendapatkan kedudukan tertentu. Sebaliknya apabila “need of achievment” yang lebih menonjol, maka orang yang bersangkutan akan memiliki tingkahlaku cenderung untuk mengejar prestasi yang terbaik, berusaha keras, tekun, senang dan berani bersaing, tidak mudah puas, suka mengerjakan pekerjaan yang sifatnya menantang, serta berani mengambil risiko.

Menurut Mc Clelland, seseorang yang memiliki “need of achievment” tinggi akan memiliki dorongan yang kuat untuk selalu berhasil, bahkan dikatakan bahwa “need of achievment is defined as behavior toward competition with standard excelllence. The basis or reward for such a motive is posited to be the postive affect associated with succesfull performance” (Steers & Poter, 1975: 48-49). “Need of achievment” ini merupakan salah satu sifat yang sangat penting dalam wirausaha sehingga “need of achievment” ini merupakan salah satu sifat yang sangat penting dalam wirausaha, sehingga “need of achievment” ini perlu ditumbuhkembangkan untuk dapat membentuk dan memupuk jiwa kewirausahaan. Karena itu wirausaha (entrepreneur) dapat dikembangkan melalui mengembangan “need of achievment”.

Sebagai wirausaha, seseorang harus mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan bisnis yang ada, kemudian melakukan inventarisasi dan mengatur sumber daya yang dapat diusahakan serta mengambil tindakan yang tepat untuk meraih keberhasilan dalam mengisi kesempatan bisnis tersebut. Sehubungan dengan itu, Geoffery G. Meredith (1992:5-6) menyatakan bahwa profil seorang wirausaha harus memiliki ciri-ciri dan watak (1) percaya diri, adanya keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri sehingga tidak bergantung kepada pihak lain serta bersikap optimis; (2) berorientasi pada tugas dan hasil, yakni memiliki tuntutan atau kebutuhan terhadap prestasi yang tinggi, bekerja keras, ulet, tekun, tabah, energik, dan mempunyai inisiatif yang tinggi; (3) mengambil risiko, dengan pengertian mempunyai keberanian untuk mengambil risiko atas kegagalan usaha, bertanggungjawab serta senang pada kegiatan usaha yang bersifat menantang; (4) tidak mudah puas, yakni selalu berusaha untuk meningkatkan pretasi dan mengadakan penemuan baru serta bertindak sebagai pioner.

Sementara itu, Salim Siagian berpendapat bahwa kualifikasi dasar bagi pengusaha yang baik atau wiraswasta yang handal adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki rasa percaya diri dan sikap mandiri yang tinggi;
  2. mau dan mampu mencari dan menangkap peluang usaha yang menguntungkan;
  3. mau dan mampu bekerja keras dan tekun dalam menghasilkan barang dan jasa serta mencoba cara kerja yang lebih tepat dan efisien;
  4. mau dan mampu berkomunikasi, tawar-menawar, dan musyawarah dengan berbagai pihak yang besar pengaruhnya pada kemajuan usaha;
  5. menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat dan disiplin;
  6. mencintai kegiatan usahanya secara lugas dan tangguh tetapi cukup luwes.
  7. mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain; dan
  8. berusaha mengenal dan mengendalikan lingkungan serta menggalang kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak terhadap perusahaan (Salim, 1995;5-6)

Sedangkan Hisrich dan Peter (1992;283), menyatakan bahwa ada tujuh ciri-ciri yang harus dimiliki bagi wirausaha, yakni meliputi (1) cakap di berbagai bidang bisnis; (2) memiliki pendirian dan keyakinan yang kuat; (3) berorientasi pada hasil; (4) inovatif dan idealis; (5) tingkat kemandirian yang tinggi; (6) semangat kerja yang tinggi; dan (7) bergaya sebagai boss (pimpinan).

Dari gambaran tersebut terdapat berbagai ciri-ciri wirausaha yang disampaikan oleh para ahli, yang ternyata dari masing-masing pendapat ada perbedaan, namun demikian dari berbagai ciri tersebut pada dasarnya terdapat tiga unsur yang baku yang harus dimiliki oleh wirausaha, yakni sikap yang berkaitan dengan (1) kemandirian dalam pengambilan prakarsa atau inisiatif; (2) upaya untuk menggerakkan dan mengubah sumber daya untuk menghasilkan lebih baik; dan (3) adanya keberanian mengambil atau menanggung risiko.

Pembudayaan dan pemasyarakatan kewirausahaan sangat penting bagi koperasi dan usaha kecil, dengan harapan agar para anggota koperasi dan usaha kecil memiliki “need of achievment” yang tinggi serta selalu dapat menjiwai asas pokok kewirausahaan, yang berupa: (1) memiliki kemauan yang kuat untuk berkarya; (2) memiliki semangat mandiri yang tinggi; (3) mampu membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil risiko; (4) kreatif dan inovatif; (5) ulet, tekun, teliti dan produktif; (6) mampu berkarya dengan semangat kebersamaan dengan menjunjung tinggi etika bisnis (Dep Kop dan PPK, 1996:14)


Penutup

Kewirausahaan merupakan faktor penting untuk meningkatkan kegiatan usaha nasional, khususnya untuk pengusaha kecil menengah maupun koperasi, Kewirausahaan ini merupakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan untuk kegiatan usaha yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dalam rangka meningkatkan pelayanan maupun memperoleh hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu, kewirausahaan perlu dibudayakan khususnya untuk koperasi dan usaha kecil dengan harapan produktivitasnya akan semakin meningkat baik jumlah maupun mutunya.

Program pembudayaan kewirausahaan dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, manajemen usaha kecil, bimbingan dan konsultasi, temu usaha dan promosi, penyediaan dan pendistribusian sarana belajar mandiri, pengenalan dan pengembangan teknologi tepat guna, pemberian akses pasar dan peningkatan pangsa pasar serta pemberian bantuan permodalan secara selektif. Sasaran pembudayaan kewirausahaan ini meliputi pra-pengusaha maupun pengusaha, baik yang dilakukan secara tradisional dengan menggunakan pola magang maupun dengan cara modern dengan menggunakan bantuan iptek maupun sumber daya yang cukup besar. Pembudayaan kewirausahaan dapat juga dilakukan oleh perguruan tinggi dengan sasaran para mahasiswa dengan harapan di kampus dapat tercipta budaya kewirausahaan serta terbinanya kemandirian dan kemampuan kewirausahaan para lulusan perguruan tinggi.




Daftar Pustaka

Asnawi Hassan. (1990). Antologi Pembangunan Koperasi Indonesia, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi.

Departemen Koperasi dan PPK. (1996) Petunjuk Teknis Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan, Jakarta: Balitbang Koperasi dan PPK.

GBHN 1998 beserta Susunan Kabinet Pembangunan VII, Surakarta: Pabelan.

Hsrich, Robert D. And Peters, Miskale P. (1992). Enterpreneurship Starting Developing and Managing a New Enterprise, New Yersey; Cincinnati.

Iskandar Alisjahbana. (1974). Betulkah Jiwa Usaha Dapat dan Perlu Dibina?; Kapita Selekta Sekitar Enterpreneurship, Edisi September 1975, Yogyakarta; Kelompok Studi Angkatan uda Yogyakarta.

Jajah Koswara. (1997). Program Pengembangan Sistem Budaya Kewirausahaan Dalam Pendidikan Tinggi: Peranan Perguruan Tinggi dalam Mendorong Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa: Makalah Disampaikan dalam Penataran dan Lokakarya Pengelolaan dan Pengembangan KKN di Universitas Gadjah Mada, tanggal 11-15 Desember 1997.

Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No.: 63/KEP/M/IV/1994 tentang Pedoman Pembinaaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil.

Marbun, BN. (1996). Manajemen Perusahaan Kecil: Seri Manajemen No.176,Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.

Mederith, Geoffrey, G. (1993). Kewirausahaan Teori dan Praktik, Seri Mnajemen No. 97 Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Mongid, A. (1998). Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kuliah Kerja Usaha Dalam Memantapkan Program Menghapus Kemsikinan, Jakarta: Kntor Mengeri Negara Kependudukan/ Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Salim Siagian (1995). Kewirausahaan Indonesia Dengan Semangat 17-08-45, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.

Soesarsono Wijandi. (1988). Pengantar Kewiraswastaan, Bandung: Sinar Baru.

Sri Edi Swasono. (1985). Koperasi Di Dalam Orde Ekonomi Indonesia Membangun Koperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian Indonesia, Jakarta: UI Press. Steers, Richard, M. & Porter, Lyman W. (1975). Motivation And Work Behavior, New York: McGraw-Hill Series in Management.
Sumber: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/edkhusus9899112.pdf

Nama: Imas Mayawatti / 23212653
Kelas: 2EB09

Senin, 04 November 2013

review jurnal 2 MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL(bag.2)

REVIEW 2
MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI UPAYA MENGEMBANGKAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL(bag.2)

Sukidjo
(FPIPS IKIP YOGYAKARTA)
Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies. Mei 1998




B. 1. MEMBUDAYAKAN KEWIRAUSAHAAN



Salah satu tujuan yang ingin dicapai dikeluarkannya Inpres No. 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, adalah untuk menumbuhkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang kuat pada masyarakat serta menumbuhkan jumlah wirausaha yang berkualitas, handal, tangguh, dan unggul. 

Tekad pemerintah tersebut tertuang dalam GBHN 1998 maupun Kebijaksanaan Pembangunan Lima Tahun Ketujuh:

“pembangunan koperasi sebagai badan usaha ditujukan pada perluasan basis usaha, peningkatan mutu sumber daya manusia terutama pengurus, dan pengelola dan anggotanya yang berakhlak mulia termasuk kewirausahaan dan profesionalisme koperasi sehingga dengan kinerja yang semakin sehat, kompetitif dan mandiri, koperasi mampu menjadi bangun usaha utama dalam perekonomian nasional guna memajukan kesejahteraan ekonomi anggotanya, sekaligus memacu kehidupan perekonomian terutama di pedesaan.” (GBHN, 1998:106).

Dalam skala usaha nasional, pembudayaan kewirausahaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan peran pengusaha kecil, pengusaha menengah dan koperasi termasuk generasi muda perekonomian nasional.

Berdasarkan SK Men Kop dan PPK No.: 961/KEP/M/XI/95 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakann Kewirausahaan, disebutkan bahwa program pembudayaan kewirausahaan mencakup kegiatan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dan manajemen usaha kecil, pelaksanaan bimbingan dan konsultasi, pelaksanaan temu usaha dan promosi. 

Pembudayaan kewirausahaan untuk prapengusaha, dimaksudkan untuk penumbuhan wirausaha baru bagi generasi muda maupun kelompok-kelompok usaha, sedangkan untuk pengusaha diarahkan pengembangan wirausaha terhadap usaha kecil dan koperasi.

Tujuan pengembangan kewirausahaan di kalangan pengusaha kecil dimaksudkan agar mereka dapat menjadi wirausaha yang handal, dengan sasaran utama pada pengusaha kecil yang belum memiliki ciri dan kemampuan sebagai wirausaha handal, kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan, bimbingan dan konsultasi, magang dan studi banding serta diberikan bantuan permodalan yang dilakukan secara selektif. 

Sedangkan pembudayaan kewirausahaan untuk koperasi ditujukan kepada anggota dan para pengelola koperasi, dan diarahkan untuk meningkatkan wawasan bisnis, kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan, magang, studi banding, dan bimbingan konsultasi dan jika diperlukan dapat diberikan bantuan permodalan.

Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap dan perilaku pengelola koperasi dan usaha kecil agar memiliki dorongan berprestasi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Melalui kegiatan pelatihan diharapkan dapat ditingkatkan tentang

(1) kemampuan untuk berprestasi, yaitu menguasai cara, prosedur, dan teknik pengerjaan bidang usaha 

(2) kemauan untuk berprestasi, yakni memiliki motivasi kerja yang tinggi, mengenal diri sendiri dan lingkungan serta “achievment motivation training”. 

Kegiatan bimbingan dan konsultasi dilakukan untuk memberikan tuntunan dan arahan dalam membantu mengatasi permasalahan yang dihadapai para pengelola koperasi dan usaha kecil. Kegiatan magang dimaksudkan agar penglola koperasi dan usaha kecil mendapatkan pengetahuan dan pengalaman secara langsung dengan ikut bekerja pada badan usaha yang sudah berhasil dalam jangka waktu tertentu. 

Sedangkan kegiatan studi banding dimaksudkan untuk memperoleh wawasan, pengetahuan serta strategi yang telah dilakukan sehingga badan usaha tersebut mampu mencapai keberhasilan.

Pembudayaan dan pengembangan kewirausahaan ini dapat dilakukan secara tradisional maupun modern. Dikatakan scara tradisional, karena program ini tidak dirancang, dan tidak disadari sebagai program pengembangan kewirausahaan dengan kegiatan berupa magang. Pengembangan kewirausahaan secara tradisional antara lain berupa: (1) magang cara Minang; (2) magang wirausaha cara Cina; (3) magang pola pengecer keliling, dan (4) magang dengan pola usaha angkutan dan jasa lainnya (Salim Siagian, 1995:291).

Dalam pola “magang cara Minang” seseorang yang belajar kewirausahaan bekerja penuh pada mereka yang telah berhasil untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta strategi dalam bidang usaha tertentu. Selama magang ini, calon wirausahawan diperlakukan sebagai mitra usaha dan mendapatkan penghasilan berdasarkan sistem bagi hasil. Dalam pola “magang wirausaha cara Cina” seseorang yang berkeinginan menjadi wirausaha, bekerja secara magang pada perusahaan orang tua atau familinya dan mereka itu diperlakukan sebagai buruh atau karyawan dan diberi bantuan modal. Dalam pola “pengecer keliling”, seseorang bekerja sebagai buruh atau pedagang keliling unuk menjajakan dagangannya. Alat perlengkapan dagang, misalnya gerobag dan bahan makanan lainnya disediakan oleh majikan. Pedagang ini menyetorkan hasil dagangannya setiap hari dan ia mendapatkan upah dari majikan. Sebagian upah digunakan untuk membayar cicilan gerobag, sehingga dalam jangka waktu tertentu gerobag menjadi miliknya. Sedangkan dalam pola“usaha angkutan” calon wirausaha melakukan magang sebagai kondektur mobil angkutan. Selanjutnya, ia belajar mengemudi dan setelah memperoleh SIM, ia berusaha beralih menjadi pengemudi, dan akhirnya ia berusaha untuk menjadi pemilik pribadi kendaraan angkutan tersebut.

Sedangkan pembudayaan dan pengembangan kewirausahaan secara modern dilakukan dengan perencanaan yang matang, dilaksanakan secara sadar, mempunyai arah dan langkah yang jelas serta menggunakan bantuan iptek maupun sumber daya yang cukup besar. Pengembangan kewirausahaan secara modern ini dilakukan antara lain dengan: (1) pola inkubator yang dikembangkan oleh UNS dan ITS bekerjasama dengan UNDP; (2) pola Franchaise yang dikembangkan oleh Restoran Mc Donald; (3) pola kemitraan usaha kecil yang dikembangkan oleh Yayasan Prasetya Mulia; (4) pola Program Usaha Mandiri dan Kewirausahaan (PUMK) yang dikembangkan oleh Universitas Merdeka Malang; dan (5) pola Penumbuhan Kewirausahaan (program Pemuda Mandiri/Tenaga Kerja Mandiri) yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga.

Pengembangan budaya kewirausahaan dapat juga dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi dengan sasaran para mahasiswa dengan tujuan untuk mendorong dan menumbuhkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa. 

Menurut Jajah Koswara (1997:2-3) ada enam program atau wahana untuk menumbuhkan dan membina budaya kewirausahaan di kalangan mahasiswa, yaitu: (1) Kuliah Kewirausahaan secara Terstruktur; (2) Kuliah Kerja Nyata-Kuliah Kerja Usaha (KKN-KKU); (3) Klinik Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja; (4) Magang Kewirausahaan; (5) Karya Alternatif Mahasiswa; dan (6) Inkubator Wirausaha Baru.

Dengan berbekal semangat kewirausahaan ini, diharapkan para lulusan perguruan tinggi memiliki sikap bekerja keras, ulet, dan mandiri. Untuk membina kewirausahaan dapat dilakukan melalui kegiatan KKN-KKU, di mana para mahasiswa yang sedang ber KKN dapat melakukan kegiatan: 

(1) mengadakan pelatihan dorongan berprestasi kepada kelompok-kelompok usaha, koperasi dan usaha kecil, baik yang dilakukan oleh mahasiswa KKN secara mandiri maupun dengan bekerjasama dengan instansi terkait; (2) sebagai pendamping untuk kelompok ekonomi produktif yang bertugas sebagai motivator untuk menumbuhkan minat berusaha; (3) memberikan bimbingan dan pelatihan untuk mengembangkan usaha; (4) bergabung dengan keluarga di lokasi KKN untuk membentuk kelompok kecil ekonomi produktif serta menjadi mitra kerja, pendamping, dan penasehat; dan (5) sebagai penghubung dengan sumber-sumber lain yang diperlukan untuk mengembangkan usaha (Mongid, 1998:19-20). Sementara itu Klinik Konsultasi Bisnis, merupakan wadah untuk mengadakan konsultasi dalam rangka memecahkan permasalahan yang dihadapi para usahawan, khususnya bagi usahawan pemula, termasuk koperasi maupun usaha kecil. Magang Kewirausahaan, merupakan salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan dengan cara ikut bekerja pada badan usaha yang sudah berhasil dalam jangka waktu tertentu.

Karya Alternatif Mahasiswa, merupakan salah satu cara untuk mengembangkan bakat, minat, dan ketrampilan, sehingga mahasiswa memiliki kualifikasi alternatif karier di luar bidang studi yang ditekuninya. Misalnya melalui kegiatan koperasi mahasiswa, keterampilan bidang elektronika, perbengkelan, rental komputer, jasa boga (catering), pemandu wisata, pembawa acara, pelatihan perwasitan, penyelenggaraan kursus tari, kursus dekorasi dan sebagainya. Sedangkan Inkubator Wirausaha Baru merupakan program pembinaan, bimbingan secara intensif maupun bantuan permodalan terhadap koperasi, usaha kecil, maupun kelompok usaha lainnya yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Kantor Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.



B. 2. PENUTUP
Kewirausahaan merupakan faktor penting untuk meningkatkan kegiatan usaha nasional, khususnya untuk pengusaha kecil menengah maupun koperasi, Kewirausahaan ini merupakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan untuk kegiatan usaha yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dalam rangka meningkatkan pelayanan maupun memperoleh hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu, kewirausahaan perlu dibudayakan khususnya untuk koperasi dan usaha kecil dengan harapan produktivitasnya akan semakin meningkat baik jumlah maupun mutunya. 


Program pembudayaan kewirausahaan dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, manajemen usaha kecil, bimbingan dan konsultasi, temu usaha dan promosi, penyediaan dan pendistribusian sarana belajar mandiri, pengenalan dan pengembangan teknologi tepat guna, pemberian akses pasar dan peningkatan pangsa pasar serta pemberian bantuan permodalan secara selektif. Sasaran pembudayaan kewirausahaan ini meliputi pra-pengusaha maupun pengusaha, baik yang dilakukan secara tradisional dengan menggunakan pola magang maupun dengan cara modern dengan menggunakan bantuan iptek maupun sumber daya yang cukup besar. Pembudayaan kewirausahaan dapat juga dilakukan oleh perguruan tinggi dengan sasaran para mahasiswa dengan harapan di kampus dapat tercipta budaya kewirausahaan serta terbinanya kemandirian dan kemampuan kewirausahaan para lulusan perguruan tinggi.




DAFTAR PUSTAKA



Asnawi Hassan. (1990). Antologi Pembangunan Koperasi Indonesia, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi.



Departemen Koperasi dan PPK. (1996) Petunjuk Teknis Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan, Jakarta: Balitbang Koperasi dan PPK.

GBHN 1998 beserta Susunan Kabinet Pembangunan VII, Surakarta: Pabelan.

Hsrich, Robert D. And Peters, Miskale P. (1992). Enterpreneurship Starting Developing and Managing a New Enterprise, New Yersey; Cincinnati.

Iskandar Alisjahbana. (1974). Betulkah Jiwa Usaha Dapat dan Perlu Dibina?; Kapita Selekta Sekitar Enterpreneurship, Edisi September 1975, Yogyakarta; Kelompok Studi Angkatan uda Yogyakarta.

Jajah Koswara. (1997). Program Pengembangan Sistem Budaya Kewirausahaan Dalam Pendidikan Tinggi: Peranan Perguruan Tinggi dalam Mendorong Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa: Makalah Disampaikan dalam Penataran dan Lokakarya Pengelolaan dan Pengembangan KKN di Universitas Gadjah Mada, tanggal 11-15 Desember 1997.

Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No.: 63/KEP/M/IV/1994 tentang Pedoman Pembinaaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil.

Marbun, BN. (1996). Manajemen Perusahaan Kecil: Seri Manajemen No.176, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.



Mederith, Geoffrey, G. (1993). Kewirausahaan Teori dan Praktik, Seri Mnajemen No. 97 Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Mongid, A. (1998). Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kuliah Kerja Usaha Dalam Memantapkan Program Menghapus Kemsikinan, Jakarta: Kntor Mengeri Negara Kependudukan/ Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Salim Siagian (1995). Kewirausahaan Indonesia Dengan Semangat 17-08-45, Jakarta: Puslatpenkop Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.



Soesarsono Wijandi. (1988). Pengantar Kewiraswastaan, Bandung: Sinar Baru.

Sri Edi Swasono. (1985). Koperasi Di Dalam Orde Ekonomi Indonesia Membangun Koperasi Sebagai Soko Guru Perekonomian Indonesia, Jakarta: UI Press.



Steers, Richard, M. & Porter, Lyman W. (1975). Motivation And Work Behavior, New York: McGraw-Hill Series in Management.





NAMA  : IMAS MAYAWATTI
NPM    : 23212653
KELAS : 2EB09

Sabtu, 15 Juni 2013

KOPERASI INDONESIA


KOPERASI INDONESIA



Dilihat dari asal katanya istilah Koperasi berasal dari Bahasa Inggris yakni Co-operation yang berarti usaha bersama. Koperasi disini merupakan suatu bentuk badan usaha yang dirikan oleh orang-orang tertentu, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu berdasarkan ketentuan dan tujuan tertentu pula.


Pengertian koperasi menurut para ahli:

Mohammad Hatta
Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum yang lemah untuk membela keperluan hidupnya, mencapai kebutuhan hidupnyadengan efisien. Dalam koperasi didahulukan keperluan bersama bukan keuntungan semata. (Hatta,1954)

International Labour Organization
Koperasi adalah perkumpulan orang-orangyang memiliki kemampuan ekonomi terbatas melalui suatu bentuk organisasi yang diawasi secara demokratis dengan memberikan sumbangan yang setara dengan modal dan bersedia menanggung resiko dan menerima imbalan sesuai dengan yang diusahakannya.


Koperasi Indonesia merupakan gabungan dari masyarakat Indonesia dimana mereka memperjuangkan kesejahteraan ekonomi-nya melalui badan usaha bersama dengan berdasarkan dasar hukum perkoperasian Indonesia.



DASAR HUKUM KOPERASI INDONESIA

Dasar Hukum Perkoperasian Indonesia ialah pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Dalam pasal 33 UUD 1945 dijelaskan bahwa:
"Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan."
Maka berdasarkan pasal 33 ayat 1 UUD 1945, perekonomian haruslah berdasarkan asas kekeluargaan, utnuk itu maka koperasi merupakan badan usaha yang sangat sesuai dengan pasal ini. Oleh karena itu, koperasi merupakan badan usaha bersama yang secara konstitusional dinyatakan sesuai dengan sususnan perekonomian Indonesia.



LANDASAN KOPERASI INDONESIA

Sebagaimana dinyatakan dalam UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian Indonesia, Koperasi Indonesia memepunyai landasan sebagai berikut:

Landasan Idiil
Menurut Bab II UU No. 25 Tahun 1992, landasan idiil koperasi Indonesia ialah Pancasila. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 tertuang butir-butir pancasila yang dapat memebri arahan pada semua tindakan koperasi dan organsiasi lainnya dalam mengemban fungsinya di masyarakat.

Landasan Strukturiil
Menurut Bab II UU No. 25 Tahun 1992, landasan strukturiil koperasi Indonesia ialah UUD 1945. Dalam 1945 terdapat ketentuan yang mengatur mengenai perekonomian Indonesia yang berdasarkan asas kekeluargaan (Pasal 33 ayat 1). Ditegaskan oleh Bung Hatta, pasal 33 ayat 1 ini merupakan penegasan dari pasal koperasi.


Dengan penegasan tersebut disatu sisi perekonomian harus disusun berdasarkan semangat koperasi dan disisi lain struktur perusahaan yang berdiri di Indonesia haruslah disusun berdasarkan semangat koperasi juga. 



ASAS KOPERASI INDONESIA

Asas koperasi berdasarkan pasal 2 UU No. 25 tahun 1992 berdasarkan kekeluargaan. Asas kekeluargaan dalam koperasi dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran pada masing-masing orang yang terlibat dalam koperasi, dengan begitu maka diharapkan tercapainya kemakmuran dalam masyarakat.



TUJUAN KOPERASI INDONESIA

Berdasarkan pasal 3 UU No. 25 tahun 1992, tujuan Koperasi Indonesia meliputi tiga hal, yakni:
Untuk mewujudkan kesejahteraan anggotanya
Untuk memajukan kesejahteraan masyarakat
Turut serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional



MASALAH KOPERASI DINEGARA BERKEMBANG

Koperasi di negara berkembang dirasakan kurang maju dikarenakan masyarakat masih berpedoman pada keuntungan yang didapat, hal ini berbeda di negara maju dimana koperasi dapat berkembang pesat karena masyarakat sudah tidak lagi berpedoman pada profit belaka, melainkan berbasis sosial. Padahal keberadaan koperasi ini diharapkan dapat mencegah dampak buruk globalisasi perekonomian yang melanda dunia saat ini (Rachmudi, 2013).



FUNGSI DAN PERAN KOPERASI INDONESIA

Menurut pasal 4 UU No. 25 tahun 1992, fungsi dan peran Koperasi Indonesia secara garis besar adalah sebagai berikut:

Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluragaan dan demokrasi ekonomi.


KESIMPULAN:
Didirikannya koperasi itu untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif lebih murah, memberikan kemudahan bagi anggotanya yang membutuhkan modal usaha, memberikan keuntungan bagi anggotanya. Jadi kesimpulan dari materi ini, bahwa pentingnya koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Rakyat Indonesia maupun kesejahteraan rakyat di seluruh negara. Hal ini diperoleh dengan adanya pembagian Sisa Hasil Usaha(SHU) kepada para anggotanya.

sumber:

Minggu, 09 Juni 2013

PENGANGGURAN


Pengangguran


Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.


Jenis dan macam pengangguran
  • Berdasarkan jam kerja

Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
  1. Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
  2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
  3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

  • Berdasarkan penyebab terjadinya

Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:

1. Pengangguran friksional (frictional unemployment)

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)

2. Pengangguran konjungtoral 
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

3. Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
  • Akibat permintaan berkurang
  • Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
  • Akibat kebijakan pemerintah
  • Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)

4. Pengangguran musiman 
adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka  pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.

5. Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.

6. Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.

7. Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).



Penyebab Pengangguran

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.

Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.



Akibat pengangguran

Bagi perekonomian negara
  • Penurunan pendapatan perkapita.
  • Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
  • Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.

Bagi masyarakat
  • Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
  • Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak bekerja.
  • Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.


Kebijakan-Kebijakan Pengangguran

Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut.

  • Cara Mengatasi Pengangguran Struktural

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
  1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
  2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
  3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
  4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.


  • Cara Mengatasi Pengangguran Friksional

Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut.
  1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
  2. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru.
  3. Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
  4. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
  5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.


  • Cara Mengatasi Pengangguran Musiman

Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut.
  1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan
  2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.


  • Cara Mengatasi Pengangguran Siklis

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut.
  1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
  2. Meningkatkan daya beli masyarakat.

KESIMPULAN:

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja.Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.

Ketidakmerataan pendapatan karyawan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik juga sangat berpengaruh terhadap ketenagakerjaan di Indonesia. Semua permasalahan hal diatas tampaknya sudah dipahami oleh pembuat kebijakan (Decision Maker). Namun hal yang tampaknya kurang dipahami adalah bahwa masalah ketenagakerjaan atau pengangguran bersifat multidimensi, sehingga juga memerlukan cara pemecahan yang multidimensi pula.

sumber:

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KEMISKINAN DI INDONESIA







Disusun Oleh :

Imas Mayawatti
23212653
1EB03








Universitas Gunadarma
2012/2013







BAB I
PENDAHULUAN 



1.1 Latar Belakang

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survei Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.



1.2 Rumusan Masalah
  1.  Apa yang dimaksud definisi kemiskinan itu sendiri?
  2. Apa saja jenis-jenis kemiskinan?
  3. Faktor apa yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia?
  4. Apa dampak kemiskinant erhadap masyarakat?
  5. Bagaimana cara menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia?



1.3 Tujuan Pembahasan

  1. Untuk mengetahui definisi dari kemiskinan
  2. Untuk mengetahui jenis - jenis kemiskinan
  3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia
  4. Untuk mengetahui dampak kemiskinan terhadap masyarakat
  5. Untuk mengetahui cara menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia








BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Definisi Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Adapun ciri-ciri kemiskinan pada umumnya adalah. Pertama pada umumya mereka tidak memiliki faktor produksi seperti tanah modal ataupun keterampilan sehingga kemmpuan untuk memperoleh pendapatan menjadi terbatas. Kedua mereka tidak memmiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga tingkat poendidikan rendah waktu mereka tersita untuk mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan penghasilan. Keempat kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Kelima mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak didukung oleh keterampilan yang memadai.



2.2 Jenis - Jenis Kemiskinan

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut 
  • Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
  • Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.



2.3 Faktor - Faktor Penyebab Kemiskinan di Indonesia

Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Adapun faktor-faktor penyebab kemiskinan yaitu:
  •  Tingkat dan laju pertumbuhan output
  • Tingkat upah neto
  • Distribusi pendapatan
  • Kesempatan kerja
  • Tingkat inflasi
  • Pajak dan subsidi
  • Investasi
  • Alokasi serta kualitas SDA
  • Ketersediaan fasilitas umum
  • Penggunaan teknologi
  • Tingkat dan jenis pendidikan
  • Kondisi fisik dan alam
  • Politik
  • Bencana alam
  • Peperangan



2.4 Dampak Kemiskinan Terhadap Masyarakat

Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dan sangat rendah 
Ini berarti dengan adanya tingkat kemiskinan yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.

2. Tingkat kematian meningkat
Ini dimaksudkan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang mengalami kematian akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.

3. Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan yang mereka makan sehari-hari

4. Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) 
Ini menyebabkan masyarakat Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan

5. Tingkat kejahatan meningkat
Masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan ketermpilan yang cukup.



2.5 Cara Menanggulangi Masalah Kemiskinan di Indonesia

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
  1. Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
  2. Pemerintahan yang baik (good governance)
  3. Pembangunan sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
  1. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
  2. Intervensi jangka menengah dan panjang seperti:
  •  Pembangunan sektor swasta
  • Kerjasama regional
  • APBN dan administrasi
  • Desentralisasi
  • Pendidikan dan Kesehatan
  • Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan







BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. 
Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya. Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1.Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2.Pemerintahan yang baik (good governance)
3.Pembangunan sosial



3.2 Saran

Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas, yang standarnya adalah standar global.

Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara,berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasannya haruslah menjadi egenda wajib bagi pemerintah dan pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menangani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan (input) dalam melakukan perencanaan strategis (strategic planning) tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.

Berhubung kemiskinan adalah masalah yang kompleks, tentu penanganannya tidak bisa distrukturkan secara tersentralisir. Penanganan kemiskinan juga menuntut kepekaan sosiokultural. Dengan masih besarnya tingkat kemiskinan di masyarakat, maka pemerintah harus lebih tanggap dalam mengatasi masalah ini. Karena seperti yang kita ketahui, kemiskinan merupakan salah satu penyebabketidakmakmuran masyarakat Indonesia. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus berpihak pada kaum miskin agar mereka tidak semakin tertindas dengan masalah kemiskinan yang mereka hadapi. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memperbanyak sektor-sektor usaha agar angka pengangguran dapat ditekan karena seperti yang telah kita ketahui pengangguran merupakan salah satu penyebab kemiskinan.





DAFTAR PUSTAKA


HUBUNGAN ANTARA PENGANGGURAN & INFLASI


KETERKAITAN ANTARA PENGANGGURAN DENGAN INFLASI



PENGANGGURAN


Pengangguran berlaku apabila seseorang yang boleh bekerja dan mahu bekerja tetapi tidak dapat mendapat pekerjaan. Mereka ini digolongkan dalam tenaga buruh sesebuah negara, iaitu mereka yang berumur 16 ke 64 tahun dan sanggup bekerja.
Dalam masyarakat di mana kebanyakan orang boleh mencari nafkah dengan bekerja dengan orang lain, pengangguran adalah masalah serius. Kesan negatifnya termasuk kehilangan, perasaan ditolak dan kegagalan peribadi, dan kerana itu pengangguran digunakan secara secara meluas untuk mengukur kebajikan pekerja. Kadar pekerja yang menganggur juga menunjukkan tahap kecekapan penggunaan sumber manusia sesebuah negara dan menjadi indeks bagi aktiviti ekonomi.
Menurut pakar ekonomi Keynes, sesebuah negara yang mempunyai kadar pengangguran 4% atau kurang menunjukkan negara tersebut telah mencapai guna tenaga penuh.


PENYEBAB TERJADINYA PENGANGGURAN

Pengangguran boleh disebabkan kepada beberapa faktor termasuk geseran atau normal (friksional), bermusim, berstruktur dan berkitar (cyclical).
Pengangguran geseran atau normal berlaku apabila pekerja berhenti kerja dan mencari pekerjaan tetapi tidak menjumpainya serta merta; dan ketika itu mereka dikira sebagai penganggur. Friksional ini merujuk kepada ketaksesuaian di antara permintaan dan bekalan buruh. Pengangguran jenis ini berlaku sementara sahaja sehingga pekerja menjumpai pekerjaan yang mereka mahukan.
Pengangguran bermusim berlaku contohnya apabila industri mengalami musim yang lembab seperti dalam pembinaan, pesawah padi tidak turun ke bendang apabila selesai musim menuai, dan nelayan pula tidak turun ke laut untuk menangkap ikan pada musim tengkujuh.
Pengangguran berstruktur muncul daripada ketakseimbangan di antara jenis pekerjaan yang pekerja mahu dan jenis pekerja yang majikan mahu. Ketakseimbangan ini boleh disebabkan oleh kekurangan kemahiran, lokasi, atau karektor peribadi. Pembangunan teknologi misalnya menyebabkan keperluan kemahiran baru dalam banyak industri, menyebabkan mereka yang tidak mengemaskini kemahiran mereka kehilangan pekerjaan. Dan kilang dalam industri yang merosot akan tutup yang menyebabkan pekerja mereka hilang pekerjaan.
Pengangguran berkitar disebabkan oleh kekurangan permintaan bagi buruh. Apabila kitaran perniagaan menjunam contohnya dalam kemelesetan ekonomi, permintaan bagi barang dan perkhidmatan jatuh; akibatnya pekerja diberhentikan.


INFLASI


Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.[1]Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.


PENYEBAB TERJADINYA INFLASI


Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.


HUBUNGAN PENGANGGURAN DENGAN INFLASI


Menurut J.M Keyness, hubungan antara variavel moneter dengan variabel ekonomi riil sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran sekarang (Manurung,2009:223).
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a. Kenaikan harga
b. Bersifat umum
c. Berlangsung terus menerus
Sedangkan pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.
Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi).



kesimpulan:
Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut di atas bahwa ketika pemerintah berniat untuk menurunkan menurunkan tingkat pengangguran yang harus menanggung kenaikan tingkat inflasi dalam perekonomian nasional.
Yang berbeda antara inflasi dan pengangguan yaitu jumlah orang yang menganggur adalah jumlah orang di negara yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tersedia untuk bekerja pada tingkat upah pasar saat ini. Ini dengan mudah dapat diubah menjadi persentase dengan mengaitkan jumlah pengangguran, dengan jumlah orang dalam angkatan kerja.

Inflasi adalah kenaikan harga secara umum selama 12 bulan. Ini diukur dengan mengambil rata-rata tertimbang semua produk konsumen (tertimbang pada frquency pembelian) dan menganalisis tren harga keseluruhan. Hal ini sering disebut Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Harmonised Indeks Harga Konsumen (HICP). Hal ini menunjukkan berapa banyak, sebagai persentase, tingkat harga umum dari semua barang-barang konsumsi telah berubah sepanjang tahun.
sumber: