logo gundar

logo gundar

Senin, 15 April 2013

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) - Part 1



Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 
( APBN ) 



PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN DI INDONESIA 

Dari segi perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN adalah konsep perencanaan pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena iyulah APBN selalu disususn setiap tahun.
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :

  • Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
  • Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan 

APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya pembangunan di Indonesia.

Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia ) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya 



B. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN 

Secara garis besar proses penyusunan anggaran pembangunan di Indonesia sebagai berikut : 

  1. Penyusunan anggaran biasanya menggunakan tahun fiskal dan bukan tahun masehi sehingga proses pembangunan oleh Departemen atau Lembaga pemerintah Non Departemen sudah dimulai pada tanggal 1 April tahun yang brsangkutan. Oleh keduanya usulan rencana anggaran diajukan dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan (DUK) bagi anggaran rutin dan dalam bentuk Daftar Usulan Proyek (DUP) untuk anggaran pembangunan. 
  2. Selanjutnya DUK dan DUP tersebut, antara bulan Agustus dan September akan diajukan dan disampaikan ke BAPPENAS dan Ditjen Anggaran – Departemen Keuangan. Selanjutnya DUK dan DUP tersebut akan di proses oleh BAPPENAS antara bulan Oktober hingga Nopember. 
  3. Pada proses tersebut BAPPENAS akan menyesuaikan isi DUK dan DUP dengan perkiraan penerimaan dalam negeri dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Selanjutnya dalam bulan Desember akan ditentukan batas atas (plafon) anggaran untuk tahun anggaran yang bersangkutan dalam bentuk RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 
  4. Pada bulan Januari, setelah RAPBN tersebut dilampiri/disertai keterangan dari pemerintah dengan Nota-Keuangan, akan disampaikan oleh Presiden dihadapan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapat persetujuan seperti yang tersirat dalam pasal 23 ayat (1) UUD 1945. 
  5. Selanjutnya RAPBN tersebut akan dibahas oelh DPR bersama-sama dengan Menteri atau Kedua Lembaga yang bersangkutan melalui Rapat Kerja Komisi APBN. 
  6. Jika dalam pembahasan tersebut dicapai suatu kesepakatam (persetujuan) maka RAPBN untuk tahun anggaran yang bersangkutan tersebut, persetujuannya akan dituangkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran. 
  7. Selanjutnya Anggaran yang telah disetujui pemerintah tersebut akan dituangkan kembali dalam bentuk Daftar Isian Proyek (DIP) Departemen atau Lembaga Pemerintah yang bersangkutan. 



C. PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA 


Secara garis besar sumber penerimaan negara berasal dari : 


a. Penerimaan dalam negeri 

Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini : 

Tabel 5.2 

Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam Negeri PELITA I – III 

(dalam prosentase) 

Periode Penerimaan Dari Sektor Migas Penerimaan Dari Sektor Non Migas Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Total 

PELITA I 

1969/70 – 1973/74 35,7% 59,3% 5,0% 100 % 

PELITA II 

1974/75 – 1978/79 55,1 40,7 4,2 100 

PELITA III 

1979/80 – 1983/84 67,2 29,6 3,2 100 



Namun dengan mulai tidak menentukannya harga minyak dunia maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sekto migas perlu dikurangi. Untuk keperluan itu, maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksanaan diantaranya : 

  • Deregulasi Bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukkan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatkan tabugan masyarakat. 
  • Deregulasi Bidang Perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara. 
  • Kebijaksanaan – kebijaksanaan selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap. 



b. Penerimaan Pembangunan 

Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena laju pembangunan yang demikian cepat, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersbut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan perioritas sektor – sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya)



KESIMPULAN:
Dengan adanya APBN maka negara bisa lebih memperoleh kemudahan dalam mengatur sistem pemerintahan guna memeratakan kesejahteraan yang menjadi salah satu tujuan dari APBN itu sendiri.
APBN mempunyai fungsi utama yang dijalankan antara lain:
Dengan adanya APBN yang tersusun secara terperinci, seharusnya negara indonesia bisa mengatasi berbagai persoalan yang ada dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meminimalisasi berbagai dampak buruk dari semua masalah yang timbul di masyarakat.





Sumber: 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar